Komunikasi Pejabat = Krisis Kepercayaan?
Komunikasi publik adalah seni. Sayangnya, beberapa pejabat kita sering kali gagal memainkannya dengan baik. Alih-alih menenangkan, pernyataan mereka justru bikin rakyat mengernyitkan dahi—bahkan marah.
Dari yang menyuruh kepala babi “dimasak aja” hingga ucapan “Ndasmu” di forum resmi, berikut 7 blunder komunikasi pejabat yang bikin heboh!
1. Hasan Nasbi: “Dimasak Aja”
📌 Konteks: Tempo mendapat kiriman kepala babi sebagai ancaman.
💬 Pernyataan: Hasan Nasbi menanggapi dengan santai: “Dimasak aja.”
🔥 Kenapa Bermasalah? Di saat ancaman terhadap kebebasan pers serius, tanggapan ini dianggap meremehkan. Seharusnya, seorang tokoh publik menunjukkan kepedulian, bukan bercanda di momen sensitif.
2. Pejabat Soal CASN: “Waktu Senggang Dipakai Belajar Aja”
📌 Konteks: Pengangkatan CASN tertunda, banyak yang resah.
💬 Pernyataan: “Gunakan waktu ini untuk belajar dulu.”
🔥 Kenapa Bermasalah? Alih-alih memberi solusi atau kepastian, pejabat ini justru terdengar seperti menyuruh ‘sabar’ tanpa empati. Padahal, banyak calon pegawai sudah menggantungkan harapan besar pada keputusan ini.
3. Bahlil Soal Gas LPG 3kg: “Skemanya Akan Dikaji”
📌 Konteks: Kebijakan distribusi gas LPG 3kg membuat masyarakat panik.
💬 Pernyataan: “Skemanya akan dikaji.”
🔥 Kenapa Bermasalah? Seharusnya kajian dilakukan sebelum kebijakan diberlakukan, bukan setelah masyarakat terlanjur bingung dan resah.
4. Menteri Pariwisata: Baca Teks Tanpa Improvisasi
📌 Konteks: Berpidato di acara resmi.
💬 Pernyataan: (Hanya membaca teks, tanpa interaksi atau ekspresi.)
🔥 Kenapa Bermasalah? Komunikasi publik bukan sekadar membaca teks. Pemimpin harus bisa membangun koneksi dengan audiens, bukan hanya membaca tanpa ekspresi seperti robot.
5. Prabowo: “Ndasmu”
📌 Konteks: Pernyataan dalam forum resmi.
💬 Pernyataan: “Ndasmu.” (bahasa Jawa untuk “kepalamu” dengan nada merendahkan).
🔥 Kenapa Bermasalah? Sebagai kepala negara, pilihan kata harus dijaga. Ucapan seperti ini bisa menurunkan wibawa seorang pemimpin dan memicu kontroversi di masyarakat.
6. Maruarar Sirait: Penggunaan Kata “Kau” dalam Rapat dengan Pengembang
📌 Konteks: Rapat koordinasi dengan pengembang perumahan.
💬 Pernyataan: Penggunaan kata “kau” yang dianggap kasar oleh pengembang.
🔥 Kenapa Bermasalah? Dalam budaya Indonesia, terutama dalam konteks formal, penggunaan kata “kau” dapat dianggap kurang sopan dan merendahkan. Sebagai pejabat publik, penggunaan bahasa yang tepat dan sopan sangat penting untuk menjaga hubungan baik dan profesionalisme.
7. Prabowo: “Biarkan Anjing Menggonggong, Kita Jalan Terus”
📌 Konteks: Menanggapi kritik publik.
💬 Pernyataan: “Biarkan anjing menggonggong, kita jalan terus.”
🔥 Kenapa Bermasalah? Pemimpin seharusnya mendengarkan kritik, bukan mengabaikannya. Pernyataan ini bisa diartikan sebagai sikap arogan dan tidak peduli terhadap suara rakyat.
Saatnya Pejabat Belajar Komunikasi Publik!
Blunder komunikasi seperti ini bukan sekadar salah bicara, tapi juga berdampak besar pada kepercayaan publik. Jika seorang pejabat gagal menyampaikan pesan dengan baik, rakyat yang menanggung akibatnya.
Jadi, seberapa penting menurut kamu komunikasi publik yang baik dari pejabat negara? 🤔 Drop pendapatmu di kolom komentar! 👇
“Pemimpin bukan sekadar berbicara, tapi memastikan setiap kata mencerminkan kepemimpinan.” – Afif Luthfi
Related Articles
Communication Skills Bagi Orang Teknis
Saya lihat orang pintar tersingkir kadang hanya karena satu hal: ia tak tahu cara menjelaskan apa yang ia tahu. Sudah kerja keras, lembur tiap malam. Tapi saat waktunya presentasi ke manajemen, suaranya gemetar, kalimatnya berputar & idenya gagal dipahami....
Kalau Ide Tak Diakui, Haruskah Kita Berhenti Berkarya?
Ada satu cerita yang sering kali berulang dalam dunia kerja, tapi jarang disuarakan. Seorang karyawan muda dengan segudang ide datang dengan semangat. Ia duduk rapat, lempar ide brilian, dan merasa sudah memberi kontribusi besar. Namun beberapa hari kemudian—ide itu...
Lowongan Kerja Bukan Ajang Lucu-lucuan: Mengapa Banyak yang Salah Kaprah?
Dalam dunia kerja hari ini, kita dihadapkan pada fenomena baru: lowongan kerja yang menjadi bahan ejekan. Seolah-olah, iklan loker bukan lagi panggilan untuk berkontribusi, tapi bahan hiburan digital di tengah timeline yang bising. Saya tak habis pikir—apa yang...



Hai! Perkenalkan saya Afif Luthfi seorang trainer, pembicara seminar, penulis buku, dan digital creator.
Melalui artikel ini saya harap dapat menyuguhkan pengetahuan yang bermanfaat sehingga kamu bisa meningkatkan soft skill dengan mudah.