Tiga tahun lalu, saya pernah mengajak makan siang seorang Gen Z yang baru kerja enam bulan. Usianya 24 tahun, gayanya cuek, tapi matanya tampak penuh api. Dia bercerita, “Kak, aku tuh kerja udah sekeras itu, tapi yang naik level malah yang suka ngobrol di pantry.”
Saya tersenyum. “Kamu pikir yang ngobrol di pantry itu cuma buang waktu?”
Dia bengong.
Selamat datang di dunia nyata di mana poitik kantor itu exist!
Politik kantor sering dianggap negatif. Seolah-olah itu tentang menjilat atasan, menusuk dari belakang, atau mencari muka. Tapi seperti halnya pisau dapur, politik bisa dipakai untuk membantu memasak atau melukai—tergantung siapa yang memegangnya dan untuk apa.
Saya ingat seorang mentor pernah bilang,
“Kantor bukan sekadar tempat kerja, tapi juga arena diplomasi.”
Dan diplomasi yang baik bukan tentang drama, tapi tentang membangun jembatan.
GEN Z, kalian punya senjata berharga: kejujuran dan value!
Kita semua pernah muda. Kita pernah jadi idealis. Tapi hidup di lingkungan kerja mengajarkan satu hal penting: bukan siapa yang paling pintar yang paling cepat naik, tapi siapa yang paling bisa membaca arah angin dan tahu kapan bicara, kapan diam.
Itu bukan manipulasi. Itu kecerdasan sosial.
Seorang pemimpin pernah bilang pada saya,
“Saya percaya pada anak muda yang pintar. Tapi saya lebih percaya pada anak muda yang tahu kapan harus menyimak sebelum mengeksekusi.”
Politik yang sehat itu menggunakan pengaruh untuk menumbuhkan!
Saya percaya, Gen Z adalah generasi yang paling transparan. Tapi transparansi saja tidak cukup. Kalian juga perlu ketajaman strategi.
Karena dunia kerja bukan cuma soal hasil. Tapi juga soal cara membawa diri.
-
Politik sehat itu saat kamu bisa support rekan kerja, bukan saingan diam-diam.
-
Politik sehat itu saat kamu tahu cara menyampaikan ide ke bos tanpa mengancam egonya.
-
Politik sehat itu saat kamu menggunakan empati, bukan drama, untuk memengaruhi keputusan.
Yang bertahan bukan yang keras, tapi yang lentur!
Di akhir makan siang itu, anak muda tadi diam sebentar. Lalu dia bilang, “Berarti aku harus belajar jadi peka, ya?”
Saya hanya mengangguk.
Karena kadang, jawaban terbaik tidak perlu dijelaskan panjang lebar—cukup direnungkan.
Untuk kamu, Gen Z yang sedang berjuang di tengah dunia kerja yang kadang tak adil:
Tetap jadi dirimu. Tapi pastikan kamu tahu cara mainnya.
Jangan jadi orang yang keras kepala. Jadilah orang yang bijak tapi tetap bisa meledak kalau perlu—dengan cara yang elegan.
Related Articles
Communication Skills Bagi Orang Teknis
Saya lihat orang pintar tersingkir kadang hanya karena satu hal: ia tak tahu cara menjelaskan apa yang ia tahu. Sudah kerja keras, lembur tiap malam. Tapi saat waktunya presentasi ke manajemen, suaranya gemetar, kalimatnya berputar & idenya gagal dipahami....
Kalau Ide Tak Diakui, Haruskah Kita Berhenti Berkarya?
Ada satu cerita yang sering kali berulang dalam dunia kerja, tapi jarang disuarakan. Seorang karyawan muda dengan segudang ide datang dengan semangat. Ia duduk rapat, lempar ide brilian, dan merasa sudah memberi kontribusi besar. Namun beberapa hari kemudian—ide itu...
Lowongan Kerja Bukan Ajang Lucu-lucuan: Mengapa Banyak yang Salah Kaprah?
Dalam dunia kerja hari ini, kita dihadapkan pada fenomena baru: lowongan kerja yang menjadi bahan ejekan. Seolah-olah, iklan loker bukan lagi panggilan untuk berkontribusi, tapi bahan hiburan digital di tengah timeline yang bising. Saya tak habis pikir—apa yang...



Hai! Perkenalkan saya Afif Luthfi seorang trainer, pembicara seminar, penulis buku, dan digital creator.
Melalui artikel ini saya harap dapat menyuguhkan pengetahuan yang bermanfaat sehingga kamu bisa meningkatkan soft skill dengan mudah.