
Ada satu cerita yang sering kali berulang dalam dunia kerja, tapi jarang disuarakan. Seorang karyawan muda dengan segudang ide datang dengan semangat. Ia duduk rapat, lempar ide brilian, dan merasa sudah memberi kontribusi besar.
Namun beberapa hari kemudian—ide itu muncul lagi. Di presentasi atasan. Tanpa namanya disebut. Tanpa sepatah pun pengakuan bahwa itu berasal dari dirinya.
Kalau kamu yang mengalami, apa yang akan kamu lakukan?
Ini bukan soal pencitraan. Ini soal rasa memiliki.
Ketika sebuah ide dicuri atau tidak diakui, yang tercuri bukan cuma konsep. Tapi juga harga diri, semangat, dan bahkan harapan. Karyawan merasa tidak dihargai, seolah-olah dirinya hanyalah mesin penghasil solusi—tanpa ruh dan tanpa nama.
Tapi begini, mari kita tarik napas dan melihatnya dari sudut yang berbeda.
Pertama, kamu harus belajar membedakan antara pencurian ide dengan strategi organisasi.
Tidak semua ide yang digunakan tanpa namamu itu artinya kamu dikhianati. Ada organisasi yang memang budaya pengakuannya rendah, tapi tetap mendengarkan. Mereka menyimpan ide baik, lalu mengemasnya ulang agar lebih layak dipresentasikan ke level yang lebih tinggi.
Jika kamu marah duluan, kamu kehilangan kesempatan untuk tetap didengar.
Kedua, ada cara untuk tetap berkarya tanpa membiarkan harga dirimu diinjak.
Mulailah membiasakan mendokumentasikan idemu. Kirim email. Simpan jejak digital. Sampaikan dalam forum-forum resmi. Dengan begitu, kamu mengirim sinyal bahwa kamu bukan cuma kreatif, tapi juga punya keberanian intelektual.
Ketiga, ide itu seperti benih. Kadang kita yang menanam, tapi bukan kita yang panen.
Dan itu tak selalu buruk. Kalau kamu bekerja di tempat yang benar, lambat laun orang akan melihat siapa yang konsisten menanam.
Jadi, kalau ide tak diakui—apakah harus berhenti berkarya?
Tidak. Karena berhenti berkarya adalah cara tercepat untuk dilupakan.
“Anda bisa mencuri ide seseorang, tapi Anda tidak bisa mencuri cara berpikirnya.” – Anonim
Related Articles
COMMUNICATION SKILL BAGI ORANG TEKNIS
Saya lihat orang pintar tersingkir kadang hanya karena satu hal: ia tak tahu cara menjelaskan apa yang ia tahu. Sudah kerja keras, lembur tiap malam. Tapi saat waktunya presentasi ke manajemen, suaranya gemetar, kalimatnya berputar & idenya gagal dipahami....
Lowongan Kerja Bukan Ajang Lucu-lucuan: Mengapa Banyak yang Salah Kaprah?
Dalam dunia kerja hari ini, kita dihadapkan pada fenomena baru: lowongan kerja yang menjadi bahan ejekan. Seolah-olah, iklan loker bukan lagi panggilan untuk berkontribusi, tapi bahan hiburan digital di tengah timeline yang bising. Saya tak habis pikir—apa yang...
“KAMU GILA ATAU LINGKUNGAN KERJAMU YANG BIKIN GILA?” – Tentang Bos Gaslighting dan Budaya Kantor yang Diam-Diam Merusak
Saya pernah mendampingi seorang profesional muda yang tiap minggu datang ke sesi coaching dalam keadaan lelah, bukan fisik—tapi mental. Dia bukan orang yang malas. Bahkan sebaliknya, dia rajin, komunikatif, dan punya inisiatif tinggi. Tapi belakangan, dia mulai...