
Saya lihat orang pintar tersingkir kadang hanya karena satu hal: ia tak tahu cara menjelaskan apa yang ia tahu. Sudah kerja keras, lembur tiap malam. Tapi saat waktunya presentasi ke manajemen, suaranya gemetar, kalimatnya berputar & idenya gagal dipahami. Menyedihkan, bkn karena ia kurang kompeten. Tapi karena ia tidak mampu memindahkan ide dari kepalanya ke kepala orang lain. Komunikasi yang buruk bisa mengunci potensi. Komunikasi yang jernih bisa membuka jalan.
Banyak orang teknis hari ini luar biasa. Barangkali anak-anak muda sekarang bisa membangun sistem dengan relatif cepat, ngerti AI, ngerti algoritma, ngerti peta proses. Tapi ketika diminta menjelaskan ke user, ke manajer, atau ke investor, mereka kesulitan. Bukan karena pengetahuannya kurang. Tapi karena tak terbiasa berbicara dengan logika non-teknis.
Anggap saja begini, saya ketemu seorang founder dari perusahaan hardware surveillance. Background-nya teknik elektro. Kalau diajak ngomong soal sensor, frekuensi, atau bandwidth, dia bisa menjelaskan dengan detail luar biasa. Tapi begitu bicara ke klien: Bagaimana produk ini membantu keamanan toko, bagaimana nilai jualnya dibanding produk kompetitor, bagaimana ini berdampak pada pengalaman pelanggan, dia diam cukup lama.
Kami akhirnya sering diskusi. Bukan soal teknis, tapi soal cara menjelaskan.Bagaimana menyusun kalimat, memulai dengan konteks, lalu menyambung dengan manfaat.Bukan spesifikasi dulu, tapi kegunaan dulu. Bukan fitur dulu, tapi cerita dulu.
Akhirnya, dia mulai menemukan pola.Hari ini, kliennya datang dari mana-mana. Ia sudah bukan sekadar engineer, tapi sudah jadi mitra strategis di beberapa BUMN. Bukan karena teknologinya berubah, tapi karena cara bicaranya jadi lebih membumi. Apa pelajaran dari cerita ini?
Banyak orang berpikir komunikasi itu hanya urusan presentasi. Padahal lebih dari itu.Komunikasi adalah kemampuan menjelaskan nilai. Kemampuan menjembatani bahasa teknis ke bahasa bisnis. Kemampuan membuat ide masuk akal bagi orang lain yg tidak tahu teknisnya. Kalau kamu pernah kesulitan dipahami, mungkin bukan karena audiensnya kurang pintar. Tapi karena kamu belum menemukan cara menjelaskan yg tepat. Saya pribadi percaya, komunikasi itu skill yang bisa dilatih. Bukan bakat. Bukan bawaan lahir.
Ada caranya. Ada polanya. Kalau kamu seorang profesional teknis yang ingin naik level, coba mulai dengan TIGA KEBIASAAN INI:
- Ubah sudut pandang: Sebelum menjelaskan sesuatu, pikirkan dulu: siapa pendengar saya? Apa konteksnya? Bahasa apa yang mereka pakai sehari-hari? Jangan paksa mereka masuk ke dunia kamu. Bawalah ide kamu ke dunia mereka.
- Ceritakan manfaat, bukan hanya proses: Banyak engineer suka menjelaskan bagaimana caranya. Tapi jarang menjelaskan kenapa itu penting. Mulailah dari manfaat. Baru jelaskan bagaimana kamu mencapainya.
- Latih struktur berpikir: Kalimat kamu harus punya arah. Masalah apa yang diangkat, solusi apa yang ditawarkan, dan dampak apa yang bisa dihasilkan. Latihan menyusun struktur berpikir itu penting agar komunikasi kamu tajam
Saya percaya, ke depan, komunikasi bukan lagi “nilai tambah”. Ia akan jadi penentu. Karena kita tidak bekerja sendiri.Kita bekerja dengan tim, dengan stakeholder, dengan pasar. Kalau ide kamu tidak sampai, maka dampaknya juga tidak terasa.
Komunikasi yang baik tidak menjadikan kamu cerewet. Tapi membuat kamu bisa didengar oleh orang yang tepat, di waktu yang tepat, dengan pesan yang tepat. Dan itu, dalam banyak kasus, lebih menentukan daripada gelar akademik atau sertifikasi manapun. Kalau kamu ingin naik kelas, bukan cuma skill yang harus ditambah, tapi juga cara kamu menjelaskan apa yang kamu tahu.
Jangan tunggu sampai kesempatan besar datang, baru kamu sadar bahwa kamunikasi kamu tidak dipahami.Mulailah melatihnya sekarang. Pelan-pelan, tapi konsisten. Karena ide kamu bisa mengubah banyak hal. Tapi jika hanya kalau orang lain bisa MELIHAT NILAINYA DENGAN JELAS.
“Kemampuan teknis bisa membangun sistem yang canggih, komunikasi bisa membuatnya dipahami, dipercaya, dan dipakai.” – Afif Luthfi
Related Articles
Kalau Ide Tak Diakui, Haruskah Kita Berhenti Berkarya?
Ada satu cerita yang sering kali berulang dalam dunia kerja, tapi jarang disuarakan. Seorang karyawan muda dengan segudang ide datang dengan semangat. Ia duduk rapat, lempar ide brilian, dan merasa sudah memberi kontribusi besar. Namun beberapa hari kemudian—ide itu...
Lowongan Kerja Bukan Ajang Lucu-lucuan: Mengapa Banyak yang Salah Kaprah?
Dalam dunia kerja hari ini, kita dihadapkan pada fenomena baru: lowongan kerja yang menjadi bahan ejekan. Seolah-olah, iklan loker bukan lagi panggilan untuk berkontribusi, tapi bahan hiburan digital di tengah timeline yang bising. Saya tak habis pikir—apa yang...
“KAMU GILA ATAU LINGKUNGAN KERJAMU YANG BIKIN GILA?” – Tentang Bos Gaslighting dan Budaya Kantor yang Diam-Diam Merusak
Saya pernah mendampingi seorang profesional muda yang tiap minggu datang ke sesi coaching dalam keadaan lelah, bukan fisik—tapi mental. Dia bukan orang yang malas. Bahkan sebaliknya, dia rajin, komunikatif, dan punya inisiatif tinggi. Tapi belakangan, dia mulai...